TUGAS 4
PRESTASI GENERASI MUDA INDONESIA DI SEGALA BIDANG (NASIONAL/INTERNASIONAL)
1. Penemuan Teknologi 4G.
Penemu teknologi 4G
ternyata adalah orang Indonesia. Seperti dikutip dari Bisnis.com, alumni Teknik
Elektro ITB dengan predikat cum laude pada tahun 2000, Khoirul Anwar adalah
penemu teknologi tersebut. Tidak hanya menemukan, ia juga pemilik paten 4G.
Untuk diketahui,
Khoirul juga lulusan Nara Institute of Science and Technology (NAIST) dan
memperoleh gelar master di tahun 2005 serta doktor pada 2008. Ia juga penerima
IEEE Best Student Paper Award of IEEE Radio and Wireless Symposium (RWS) 2006,
di California.
Masih dari tulisan
Bisnis.com, penemuan teknologi 4G berbasis OFDM diawalinya dengan ide
mengurangi daya transmisi untuk meningkatkan kecepatan transmisi data.
Penurunan daya dilakukan hingga 5dB saja (100.000 = 10 pangkat 5 kali lebih
kecil dari teknologi sebelumnya) dan hasilnya kecepatan transmisi meningkat.
Pada paten
keduanya, Khoirul Anwar kembali membuat dunia kagum, kali ini adalah menghapus
sama sekali guard interval/GI, tentu saja ini malah membuat frekuensi yang
berbeda akan bertabrakan, alih-alih menambah kecepatan.
Namun, anak
Indonesia asli asal Kediri ini mengkompensasi risiko tersebut dengan
mengembangkan algoritma khusus di laboratorium, hasilnya interferensi tersebut
dapat diatasi dengan unjuk kerja yang sama seperti sistem biasa dengan adanya
GI.
Asisten Professor
di JAIST ini masih terus mengasah kemampuannya. Meski berprestasi cemerlang di
Jepang, Khoirul Anwar menyimpan keinginan untuk kembali ke Indonesia jika telah
menjadi salah satu tokoh terkemuka di bidang telekomunikasi.
2. Pembuatan
Satelit INASAT-1
Prestasi Indonesia
lainnya dibidang teknologi ialah dengan membangun dan mendesain satelit sendiri
yakni satelit INASAT-1. Satelit ini adalah Nano Hexagonal Satelit yang
dibuat dan didesain sendiri oleh Indonesia untuk pertama kalinya.
Seperti dikutip
dari Wikipedia.Org, INASAT-1 merupakan satelit metodologi penginderaan untuk
memotret cuaca buatan LAPAN. Selain itu INASAT-1 adalah satelit Nano alias
satelit yang menggunakan komponen elektronik berukuran kecil, dengan berat
sekitar 10-15 kg. Satelit itu dirancang dengan misi untuk mengumpulkan data
yang berhubungan erat dengan data lingkungan (berupa fluks magnet didefinisikan
sebagai muatan ilmiah) maupun housekeeping yang digunakan untuk mempelajari
dinamika gerak serta penampilan sistem satelit.
Adapun satelit itu
dirancang bersama oleh PT Dirgantara Indonesia dan Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (LAPAN), khususnya Pusat Teknologi Elektronika (Pustek)
Dirgantara. Berbekal nota kesepakatan antara LAPAN, Dirgantara Indonesia, serta
dukungan dana dari Riset Unggulan Kemandirian Kedirgantaraan 2003, maka
dimulailah rancangan satelit Nano dengan nama Inasat-1 (Indonesia Nano
Satelit-1).
Dari segi dinamika
gerak akan diketahui melalui pemasangan sensor gyrorate tiga
sumbu, sehingga dalam perjalanannya akan diketahui bagaimana perilaku geraknya.
Penelitian dinamika gerak ini menjadi hal yang menarik untuk satelit-satelit
ukuran Nano yang terbang dengan ketinggian antara 600-800 km.
3. Penemuan Pesawat
Terbang dengan Two-Man Cockpit| Garuda Indonesian Airways A300 Pesawat Dua
Cockpit Pertama di Dunia
Dulu, satu unit
pesawat terbang harus dinavigasi oleh 3 sampai 4 orang pilot dan co-pilot.
Namun, sejak adanya penemuan penyederhanaan cockpit, pesawat terbang
hanya perlu dipiloti oleh dua orang saja. Adalah Wiweko Soepono yang dikenal
sebagai penemu pesawat komersil two-man cockpit yang diterapkan pabrik
Airbus Industrie. Pesawat pertama kokpit dua awak (crew) adalah Airbus A300-B4
FFCC (Forward Facing Crew Cockpit), cikal bakal pesawat glass cockpit
berawak dua yang digunakan hingga sekarang.
Mengutip tulisan
Wikipedia.Org, pria kelahiran Blitar, Jawa Timur pada 18 Januari 1923 dan
meninggal di Jakarta, 8 September 2000 pada umur 77 tahun ini dulunya adalah
direktur utama Garuda Indonesia pada periode 1968-1984. Pesawat pertama kokpit
dua awak (crew) di dunia adalah Airbus A300-B4 FFCC (Forward Facing Crew
Cockpit).
Dalam perjalanannya
sebagai direktur utama Garuda Indonesia, Wiweko sering menerbangkan pesawat
armadanya sendiri. Pengalamannya menerbangkan pesawat mesin ganda baling-baling
Beechcraft Super H-18 Desember 1965 trans-Pasifik seorang diri dari pabrik
Beechcraft di Wichita (Kansas) via Oakland, Amerika Serikat (7 Desember) ke
Jakarta sehingga Wiweko mengusulkan agar pesawat Super H-18 mempergunakan
sistem intergrity untuk one pilot operation dan diterima oleh perusahaan
Beechcraft.
Pengalaman inilah
yang membuat dirinya bersama staf Airbus Industrie, eksekutif perusahaan Roger
Beteille, pilot uji Pierre Baud, serta staf lainnya membuat konsep penerbangan
dengan dua awak pesawat. Konsep ini dibuat setelah uji coba dengan pesawat
Airbus Airbus A-300B-4 memperlihatkan peran flight engineer yang tidak terlalu
banyak. Dengan mengeliminir flight engineer dan mengubah setting layout cockpit
pesawat, maka diperoleh konsep FFCC (Forward Facing Crew Cockpit) yang
memungkinkan pesawat kelas jumbo hanya diterbangkan oleh dua awak pesawat.
Konsep FFCC sangat
ditentang pada saat itu, baik di dalam maupun di luar negeri. Namun kini konsep
itu disempurnakan menjadi glass cockpit yang menjadi standar untuk pesawat
sipil. Boeing yang semula menentang akhirnya menggunakan teknologi ini pada
pesawat Boeing 747 400 dan Boeing 777. Nama glass cockpit juga dikenal sebagai
Garuda cockpit yang sebelumnya dinamakan Wiweko cockpit.
Garuda Indonesia
tercatat mengoperasikan 9 pesawat jenis ini (A 300 B4 FFCC), salah satunya
jatuh di Sibolangit, Sumatera Utara pada tahun 1997. Pada akhirnya untuk
menyehatkan keuangan perusahaan (dan mengikuti perkembangan teknologi), pesawat
ini kemudian dijual untuk menyehatkan perusahaan meskipun menurut R.J. Salatun,
setidaknya ada salah satu yang dijadikan museum.
4. Penemuan
Dibidang Semiconductor Nanostructure Optoelectronics Devices dan High Power
Semiconductor Lasers
Adalah Prof. Nelson
Tansu, Ph.D penemu dan pemegang paten dibidang semiconductor nanostructure
optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers. Penemuan
tersebut sangat membantu dunia kesehatan dan kedokteran. Pria kelahiran Medan,
Sumatera Utara pada tanggal 20 Oktober 1977 ini juga dikenal sebagai profesor
termuda asal Indonesia di Amerika Serikat.
Nelson merupakan
lulusan terbaik SMU Sutomo 1 Medan pada tahun 1995 dan juga pernah menjadi
finalis Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI). Namanya yang unik dan tidak
mencirikan nama Indonesia sempat dikira sebagai orang Turki dan Jepang. Dugaan
itu muncul jika dikaitkan dengan hubungan famili Tansu Ciller, mantan perdana
menteri (PM) Turki. Beberapa netters malah tidak segan-segan mencantumkan nama
dan kiprah Nelson ke dalam blog/website Turki sebagai orang Turki. Seolah-olah
mereka yakin betul bahwa fisikawan belia yang mulai berkibar di lingkaran
akademisi AS itu memang berasal dari negerinya Kemal Ataturk.
Ada pula yang
mengira bahwa Nelson adalah orang Asia Timur, tepatnya Jepang atau Tiongkok.
Yang lebih seru, beberapa universitas di Jepang malah terang-terangan melamar
Nelson dan meminta dia “kembali” mengajar di Jepang.
Nelson yang
sekarang menjadi profesor di universitas ternama Amerika, Lehigh University,
Pensilvania dan mengajar para mahasiswa di tingkat master (S-2), doktor (S-3)
dan post doctoral Departemen Teknik Elektro dan Komputer.
Lebih dari 84 hasil
riset maupun karya tulisnya telah dipublikasikan di berbagai konferensi dan
jurnal ilmiah internasional. Ia juga sering diundang menjadi pembicara utama di
berbagai seminar, konferensi dan pertemuan intelektual, baik di berbagai kota
di AS dan luar AS seperti Kanada, Eropa dan Asia. Prof Nelson telah memperoleh
11 penghargaan dan tiga hak paten atas penemuan risetnya.
Ada tiga penemuan
ilmiahnya yang telah dipatenkan di AS, yakni bidang semiconductor nanostructure
optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers. (sumber :
kolombiografi.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar